BAB
I
PENDAHULUAN
Allah SWT menciptakan manusia di dunia ini berbeda-beda baik
dari segi suku-suku maupun dari bangsa-bangsanya. Dari bermacam-macam perbedaan yang ada bukan
berarti manusia berbeda di mata Allah namun Allah menciptakan perbedaan itu
agar manusia saling mengenal satu sama lain. Perbedaan di antara manusia adalah
sunnatullah yang harus selalu dipupuk untuk kemaslahatan bersama. Perbedaan
tidak melahirkan dan menebarkan kebencian dan permusuhan. “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal.” (QS. Al Hujurat; 13).[1]
Sebagai makhluk sosial manusia mutlak membutuhkan sesamanya
dan lingkungan sekitar untuk melestarikan eksistensinya di dunia. Tidak ada
satu pun manusia yang mampu bertahan hidup dengan tanpa memperoleh bantuan dari
lingkungan dan sesamanya. Dalam konteks ini, manusia harus selalu menjaga
hubungan antar sesama dengan sebaik-baiknya, tak terkecuali terhadap orang lain
yang tidak seagama, atau yang lazim disebut dengan istilah toleransi
beragama.Toleransi beragama berarti saling menghormati dan berlapang dada
terhadap pemeluk agama lain, tidak memaksa mereka mengikuti agamanya dan tidak
mencampuri urusan agama masing-masing. Umat Islam diperbolehkan bekerja sama
dengan pemeluk agama lain dalam aspek ekonomi, sosial dan urusan duniawi
lainnya. Dalam sejarah pun, Nabi Muhammad SAW telah memberi teladan mengenai
bagaimana hidup bersama dalam keberagaman. Dari Sahabat Abdullah ibn Amr,
sesungguhnya dia menyembelih seekor kambing. Dia berkata, “Apakah kalian sudah
memberikan hadiah (daging sembelihan) kepada tetanggaku yang beragama Yahudi?
Karena aku mendengar Rasulullah berkata, “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat
kepadaku tentang tetangga, sampai aku menyangka beliau akan mewariskannya
kepadaku.” (HR. Abu Dawud). Sesungguhnya Nabi Muhammad Shollallahu alaihi
wasallam berhutang makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan pakian
besi kepadanya.” (HR. Imam Bukhari).[2]
Sikap toleransi Islam ditunjukan sangat indah oleh
Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya saat penaklukan kota Mekkah atau Fathul Mekkah. Dalam peradaban
manapun penaklukan Mekkah adalah penaklukan sebuah kota yang sangat damai tanpa
ada kekerasan sama sekali. Setalah Nabi Muhammad dan pengikutnya berhasil masuk
kota Mekkah, Nabi tidak menyuruh atau memaksa penduduk Mekkah
yang belum beragama Islam untuk memeluk Islam Nabi membiarkan
mereka dan menghormati mereka untuk memeluk dan melaksanakan ibadah agama
mereka. Perlu diketahui bahwa pada saat penaklukan Mekkah penduduk Mekkah
terdiri dari bermacam-macam agama dan keyakinan. Ada agama Nasrani, maupun
Yahudi. Bukti nyata lainnya yang tercatat dalam sejarah
Islam adalah keterangan yang diriwayatkan oleh Bukhari bin Jabir bin Abdullah.
Ketika iring-irinagn jenazah melewati Nabi Muhammad SAW, beliau bangkit
berdiri. Ada yang memberi tahu Nabi bahwa jenazah itu orang Yahudi. Lalu, Nabi
menjawab, ”Bukankah dia juga manusia”.[3]
Selain fakta serta bukti toleransi Islam yang
digambarkan dalam kitab suci maupun tarikh Islam. Tingkat toleransi kaum muslim
zaman Rasulullah juga diakui oleh parat orientalis yang
jujur. Sebut saja Gustav Lebone seorang orientalis yang mengakui bahwa tingkat
toleransi Muhammad mencapai target yang mulia. Hal senada juga disampaiakn
Thomas Arnold seorang orientalis asal Inggris dalam bukunya mengatakan ”Kami tidak pernah mendengar satu ayat Al-Qur’an yang berusaha memaksa
suatu kelompok nonmuslim agar menerima ajaran Islam, tidak ada satu
ayat pun yang memerintahkan untuk membumihanguskan agama Kristen,”.[4] demikianlah toleransi Islam diakui sehingga toleransi itu menjadi bagian
ajaran Islam.
Dari
keteladan Rasulullah di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam ajaran Islam
toleransi antar umat beragama sangat dianjurkan. Di negara kita (Indonesia)
seperti yang kita ketahui meskipun banyak suku-suku di dalamnya bahkan agama
pun berbeda-beda namun karena adanya toleransi antar agama yang sangat kuat
ditambah dengan semboyan Bhenika Tunggal
Ika (walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua) Indonesia sampai saat
ini dapat berdiri kokoh dan terciptanya kerukunan meskipun di dalamnya banyak
perbedaan yang mendasar.
Toleransi dan
kerukunan antar umat beragama bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa
dipisahkan satu sama lain. Kerukunan berdampak pada toleransi atau sebaliknya
toleransi menghasilkan kerukunan keduanya menyangkut hubungan antar sesama
manusia. Jika tri kerukunan (antar
umat beragama, intern umat seagama, dan umat beragama dengan pemerintah)
terbangun serta diaplikasikan pada hidup dan kehidupan sehari-hari, maka akan
muncul toleransi antar umat beragama. Atau,
jika toleransi antar umat beragama dapat terjalin dengan baik dan benar, maka
akan menghasilkan masyarakat yang rukun satu sama lain. Toleransi antar umat
beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang menunjukkan
umat saling menghargai, menghormati, menolong, mengasihi, dan lain-lain.
Termasuk di dalamnya menghormati agama dan iman orang lain, menghormati ibadah yang
dijalankan oleh orang lain, tidak merusak tempat ibadah, tidak menghina ajaran
agama orang lain, serta memberi kesempatan kepada pemeluk agama menjalankan
ibadahnya. Di samping itu, maka agama-agama akan mampu untuk melayani dan
menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga terciptanya suasana rukun dalam
hidup dan kehidupan masyarakat serta bangsa.Agama adalah elemen fundamental
hidup dan kehidupan manusia, oleh sebab itu, kebebasan untuk beragama dan tidak
beragama, serta berpindah agama harus dihargai dan dijamin. Ungkapan kebebasan beragama memberikan arti
luas yang meliputi membangun rumah ibadah dan berkumpul, menyembah, membentuk
institusi sosial, publikasi dan kontak dengan individu dan institusi dalam
masalah agama pada tingkat nasional atau internasional. Kebebasan beragama,
menjadikan seseorang mampu meniadakan diskriminasi berdasarkan agama, pelanggaran
terhadap hak untuk beragama.,paksaan yang akan mengganggu kebebasan seseorang
untuk mempunyai agama atau kepercayaan. Termasuk dalam pergaulan sosial setiap
hari, yang menunjukkan saling pengertian, toleransi, persahabatan dengan semua
orang, perdamaian dan persaudaraan universal, menghargai kebebasan, kepercayaan
dan kepercayaan dari yang lain dan kesadaran penuh bahwa agama diberikan untuk melayani para
pengikut-pengikutnya.[5]
BAB II
PERMASALAHAN
Di Indonesia penduduknya memiliki bermacam-macam perbedaan
satu sama lain, dan salah satunya adalah perbedaan kepercayaan atau agama.
Dalam konteks ini toleransi antar umat beragama tentunya sungguh sangat
diperlukan demi terciptanya kerukunan antar umat di Indonesia. Toleransi antar
umat tentulah tidak sepenuhnya dihalalkan, maksud tidak sepenuhnya dihalalkan
disini artinya toleransi antar umat beragama memilki batasan-batasan yang
tentunya tidak boleh dilewati atau dilakukan menurut agamanya masing-masing.
Di dalam
permasalahan ini kita akan membahas secara khusus :
a.
Hal-hal
apa saja yang dibolehkan dan dilarang menurut ajaran Islam ketika bertoleransi
dengan agama lain?
b.
Dan
bagaimana toleransi antar umat beragama di Indonesia saat ini?
BAB III
PEMBAHASAN
a.
Hal-hal
yang dibolehkan dan dilarang menurut ajaran Islam ketika bertoleransi dengan
agama lain
Istilah toleransi ini janganlah didramatisir, dibuat
suatu konsep sedemikian pula lalu mecampur aduknya. Jadi sudah ada petunjuk
jelas di dalam agama, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Dalam Islam
ada ajaran aqidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan). Akhir-akhir ini
memang banyak orang memberikan makna toleransi sengaja agar masyarakat tidak
faham. Ada orang yang sengaja mendistorsi makna toleransi dengan tujuan tertentu
sehingga membuat makna toleransi menjadi rancu. Sehingga ada suatu kelompok
yang mengusulkan pada saat bulan suci Ramadan umat Nasrani boleh mengadakan
shalat tarawih kemudian buka bersama di dalam Gereja. Ini secara faktual memang
ada upaya, dengan dalih kerukunan umat beragama. Dalam kesempatan ini kami
menjawab, bahwa hal seperti itu tidak boleh. Haram. Sebab yang ingin dibangun
oleh Islam dalam hal toleransi adalah masalah-masalah sosial, misalnya ketika
orang terkena musibah, atau problem yang menyangkut masalah kemanusian, umat
Islam tidak mempermasalahkan. Ketika kita bertetangga dengan orang non muslim,
kemudian dia sakit, kita boleh membesuk, kita boleh membawa oleh-oleh untuknya.
Atau ketika dia punya hajat mantu, kita boleh untuk menyumbang. Atau ketika
umat Islam menemui orang yang sedang kecelakaan harus menolong dan tidak perlu
menanyakan terlebih dahulu agamanya apa. Jadi secara kemanusiaan, umat Islam
memberikan toleransi untuk saling menolong dan membantu yang membutuhkan
bantuan.
Seputar Natalan dan Do’a Lintas Agama
Kekuatan musuh-musuh
Islam terus bergerak aktif untuk melemahkan aqidah dan keyakinan generasi muda
Islam aqidah dan keyakinan generasi muda Islam. Melalui propagandanya yang
dikemas dengan sangat rapi, mereka berusaha menciptakan keraguan dalam
keyakinan umat Islam. Batasan-batasan aqidah Islamiyah yang sedari awal telah
begitu jelas dan nyata, antara yang hitam dan putih, antara yang haq dan batil,
antara keimanan dan kekufuran, direduksi oleh mereka menjadi abu-abu dan
remeng-remeng (tidak jelas). Salah satu hal yang status hukumnya dibuat mereka
menjadi kabur dan remeng-remeng bahkan dirubah total adalah masalah seputar
natalan dan mengucapkan selamat natal kepada orang-orang Kristen. Mengucapkan
selamat natal itu sebenarnya punya makna yang mendalam dari sekadar basa-basi
antar agama. Karena setiap upacara dan perayaan tiap agama memiliki nilai
sakral dan berkaitan dengan kepercayaan dan akidah masing-masing. Oleh sebab
itu masalah mengucapkan selamat kepada penganut agama lain tidak sesedarhana
yang dibayangkan. Sama tidak sederhananya bila seorang mengucapkan dua kalimat
syahadat. Betapa dua kalimat Syahadat itu memiliki makna yang sangat mendalam
dan konsekuensi hukum yang tidak sederhana. Termasuk hingga masalah warisan,
hubungan suami istri, status anak dan seterusnya. Padahal hanya dua penggal
kalimat yang siapa pun mudah mengucapkannya. Demikian pula pengucapan tahni`ah
(ucapan selamat) natal kepada Nashrani juga memiliki implikasi hukum yang tidak
sederhana. Memang benar bahwa kaum muslimin menghormati dan menghargai
kepercayaan agama lain bahkan melindungi mereka yang zimmi. Tetapi yang perlu
diperhatikan adalah manakah batasan hormat dan ridha dalam masalah ini. Antara
hormat dan ridha jelas tidak sama. Kita memang harus menghormati Nasrani karena
memang hal itu merupakan kewajiban.
Tapi memberi ucapan selamat, ini
mempunyai makna ridha, artinya kita rela dan mengakui apa yang mereka yakini.
Ini sudah jelas masuk masalah akidah. Dan inilah yang namanya batasan yang
jelas yang tidak boleh sekali-kali dikaburkan.
Jadi jika umat Islam
diminta untuk hadir dalam acara natalan, MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah
mengeluarkan fatwa pada tanggal 7 Maret 1981 yang waktu itu ketuanya Buya
Hamka, dengan tegas menyatakan bahwa menghadiri natalan bersama adalah haram.
Dan keputusan hukum itu sampai sekarang tidak dicabut. Jadi kalau umat Islam
siapapun dan mempunyai jabatan apapun jika diundang oleh umat Kristiani, haram
menghadirinya. Mengamini doa umat lain yang berkeyakinan beda, yang mempunyai
tuhan berbeda, jika kita mengamini, berarti menyetujui mereka, inilah yang
menjurus kepada perbuatan syirik. Rasulullah SAW bersabda : Ad du’aa’u muhhul
ibaadah (doa adalah otaknya ibadah). Kalau kita cermati kegiatan doa bersama
ini adalah merupakan taktik, dan merupakan skenario global, yang tujuan
utamanya adalah merusak aqidah umat Islam di Indonesia yang mayoritas. Karena
mereka tidak akan mungkin memeranginya dengan fisik, karena akan sia-sia. Untuk
itu, umat Islam harus memahami betul, sehingga tidak salah dalam bersikap. ( Al
Hujurat : 13). Ayat ini jelas, tetapi banyak yang mempolitisir oleh anak-anak
muda kita terutama meraka yang menamakan diri kaum liberal, liberalisme,
sekularisme, pluralisme agama. Yang mereka menerjemahkan lita’aarofuu (saling
mengenal), orang yang ingin mengenal harus masuk ke dalam kaum itu. Sehingga
mereka memaknai bahwa orang Islam boleh menjadi panitia natal, orang Kristen
boleh menjadi panitia Maulid. Inilah penafsiran yang keliru. Dan perlu
diketahui di Indonesia sekarang ini ada sistem penafsiran yang disebut
Hermenetika, yakni sistem penafsiran Al-Qur’an yang mendasarkan filsafat dari
Yunani yang diusung oleh orang-orang Nasrani, karena Bibel ada ketidakjelasan
bahasa aslinya. Sistem ini berangkatnya dari keraguan, sehingga kalau
diterapkan dalam menafsirkan al-Qur’an pun juga harus ragu terlebih dahulu.
Dalam aqidah Islam, orang Islam tidak boleh tidak percaya kepada Al-Qur’an.
Kalau seorang muslim ragu kepada satu ayat saja dalam Al-Qur’an bahkan satu
huruf saja, maka orang ini dinamakan al Khuruuj minad diinil Islaam (keluar
dari agama Islam). Orang Islam tidak boleh ragu terhadap Al-Qur’an. Karena
Al-Qur’an sejak dahuu sampai sekarang orisinil, sesuai yang diterima Rasulullah
Muhammad SAW. Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad SAW,
dengan perantara Malaikat Jibril yang disampaikan kepada umatnya yang mutawatir,
yang terjaga dari dusta.[6]
Demikian pula halnya
dengan doa bersama lintas agama yang akhir-akhir ini juga makin marak. Bahwa
toleransi yang ditolelir adalah bentuk toleransi dalam wilayah sosial
kemasyarakatan. Berdoa sejatinya bukan masalah sosial, melainkan justru
merupakan intisari sebuah ibadah kepada Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana
sabda Nabi: Rasulullah bersabda, “Doa adalah intisari ibadah.” (HR. Imam Tirmidzi).
Orang yang berdoa kepada Tuhannya, pasti dia meyakini bahwa Tuhannya adalah
yang haq dan yang bisa mengabulkan permintaannya. Jadi, jika dalam forum doa
bersama itu seorang Nasrani berdoa menurut keyakinannya dan orang Islam
meng-amininya itu sama halnya orang Islam tersebut telah meyakini kepercayaan
orang Nasrani, begitu juga sebaliknya.
b. Toleransi antar umat beragama di
Indonesia saat ini
Saat ini Indonesia, khususnya di Jakarta, toleransi
beragama menjadi suatu isu yang sedang panas untuk dibicarakan. Ada yang
bilang, “Wah…bakal perang lagi nich kaya Ambon” atau ada juga yang merasa harus
berbicara sangat hati-hati dengan seseorang yang berbeda agama, sekalipun itu
adalah sahabatnya sendiri. Alasannya sederhana, takut menyinggung perasaan
seseorang tentang perbedaan agama. Karena hal itulah, Jakarta bisa dikatakan
mundur puluhan tahun yang lalu dalam menghadapi toleransi beragama. Bahkan ada
juga salah seorang teman yang menerima email dari teman-temannya di luar negeri
yang bertanya, “Indonesia sudah tidak aman yach? Kok agama di Indonesia jadi
masalah?”. Ohhh…itu sama sekali tidak benar! Indonesia itu aman. Indonesia itu
beragam. Indonesia itu damai.
Isu tentang “ketiadaan toleransi beragama di Indonesia”
membuat banyak pihak merasa tidak nyaman atau jengkel. Karena Indonesia itu
aman untuk beribadah, untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaan
masing-masing dan lebih dalam daripada itu semua, Indonesia itu damai.
Sedikit cerita tentang toleransi antar umat di Indonesia
Ketika itu dia sedang bertugas di timur Indonesia, NTT
dan Sulawesi Utara, Manado.
Untuk kejadian di Manado, ini baru saja saya alami.
Ketika saya dan tim (jumlah anggota tim 4 orang, saya perempuan sendiri dan
berjilbab sedangkan 3 orang teman saya adalah laki-laki). Tim saya ingin makan
malam di daging B2 (babi atau istilah lain, yang diberitahu teman baru saya,
blackberry). Tentu saja, saya tidak bisa makan di sana, karena saya Muslim.
Akhirnya saya berusaha untuk membujuk ketua tim saya untuk tidak makan di
restoran tersebut. Bos saya, yang beragama Nasrani, berusaha membujuk klien
untuk makan di restoran 100% halal tapi karena klien kami ingin ketua tim saya
merasakan masakan khas Manado maka ia tetap memilih restoran tersebut, yang
notabene 100% haram. Saya pun akhirnya mengambil keputusan untuk tidak makan
dan minum apapun di restoran tersebut. Tapi yang terjadi adalah, klien kami
berkata kepada saya bahwa saya boleh berkeliling dengan sopirnya, minta beliau
untuk mencari restoran yang 100% halal agar saya tetap dapat makan malam.
Wow…sangat bertoleransi bukan?!
Kemudian saya dan Sang Sopir, Pak Bung namanya
berkeliling mencari restoran yang 100% halal. Pak Bung pun menjelaskan kepada
saya bahwa di daerah Tomohon sulit mencari makanan yang 100% halal. Rumah-rumah
makan pun kebanyakan menyediakan menu RW dan BB. Setelah mendengar penjelasan
beliau, akhirnya saya hanya membeli roti di warung dan sebotol vitamin C,
lumayan dapat mengganjal perut. Rencananya sesampainya di hotel, saya akan
makan di restoran hotel karena di hotel, tempat kami menginap menyediakan
makanan yang 100% halal.
Selama perjalanan, saya dan Pak Bung berbicara panjang
lebar mengenai situasi dan keadaan masyarakat serta adat di Manado, sebagian
besar dari isi pembicaraan kami mengenai agama. Saya pun lebih banyak mengambil
peran sebagai pendengar dan membiarkan Pak Bung bercerita. Beliau menjelaskan
bahwa di kota Manado, mayoritas penduduknya beragama Nasrani tetapi ada juga
Islam dan Budha. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya gereja di kota
Manado. Kiri kanan jalan, berjarak 5 meter saja pasti ada gereja. Dan gerejanya
pun beragam. Ada Advent, Pantekosta, Katolik, Protestan, dsb.
Saya pun bertanya kepada Pak Bung tentang toleransi
beragama di Manado. Pak Bung menjelaskan bahwa di Manado damai sekali antar
pemeluk agama. Seperti lebaran kemarin, masyarakat Nasrani akan membantu
menjaga keamanan selama masyarakat Muslim sholat Ied. Begitu juga saat Natal.
Dan jika ada gotong royong, masyarakat melebur, tiada pandang agama. Damai. Keadaan
inilah yang membuat kerusahan Ambon dan Poso beberapa tahun lalu tidak
berdampak kepada kehidupan beragama di Manado.
Pak Bung pun menjelaskan bahwa menurut ajaran agama
beliau, yang berbeda dengan saya, bahwa jika ada seorang Muslim yang tidak tahu
bahwa ia makan di restoran yang makanannya haram tapi Pak Bung hanya diam dan
tidak memberitahu kepada Muslim tersebut maka Pak Bung pun berdosa. Jadi, jika
Pak Bung ada tamu Muslim pasti Pak Bung akan jujur kepada tamunya bahwa
restoran tersebut tidak bisa untuk Muslim. Indah bukan?!
Selain di Manado, saya juga pernah merasakan indahnya toleransi beragama
saat di Kupang. Seperti yang diketahui bahwa penduduk Kupang mayoritas beragama
Nasrani dan mereka juga mengkonsumsi RW dan BB. Saat saya sedang istirahat
setelah melakukan penelitian di desa, seorang bapak di desa Kiubaat, yang
bernama Pak Frans (apa kabar dengan beliau yach?!) menghampiri saya dan
bertanya, apakah saya mau menyembelih ayam? Seketika saya bingung. Saya
menyembelih ayam? Untuk apa? Akhirnya beliau berbicara lagi, “Kan dalam agama
Nona (sambil menunjuk jilbab saya) ayam harus disembelih dengan nama Tuhan
Nona?”. Saya pun kaget! Ya ampun…beliau sangat bertoleransi dan menghargai
sekali agama saya. Saya pun akhirnya, untuk pertamakali dan bahkan hingga kini
belum pernah melakukannya lagi, menyembelih ayam. Saya bingung apa yang harus
saya lakukan. Basmalah dan Shalawat pun saya bacakan (mudah-mudahan benar
prosedurnya). Melihat darah yang muncrat dari leher ayam, saya pun langsung
lari terbirit-birit. Sebuah pengalaman yang masih saya ingat hingga sekarang.
Ah…Pak Frans, bersusah payah menyediakan ayam untuk kami, padahal ayam adalah
ternaknya paling mahal dan saya meyakini bahwa ayam di desa Kiubaat hanya untuk
acara penting.
Terimakasih Pak Frans. Terimakasih masyarakat Kiubaat. Dari dua kejadian di
ataslah saya meyakini bahwa di Indonesia masih ada masyarakat yang secara tulus
bertoleransi terhadap agama lain. Allah SWT pun berfirman, “Agamamu agamamu dan
agamaku agamaku”, bukankah itu yang disebut bertoleransi?!
Saya memang
bukanlah ahli agama atau ahli tafsir kitab suci dan pemahaman agama saya
masihlah sangat luar biasa dangkal tapi saya percaya bahwa masing-masing
pemeluk agama harus saling menghargai. Itu saja.[7]
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan
permasalahan-permasalahan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam agama
Islam itu toleransi sangat di bolehkan bahkan menjadi sebuah anjuran asalkan
tidak melampaui batas-batas keagamaan. Kita sebagai umat Islam boleh saja
bertoleransi dalam aspek sosial kemasyarakatan melebihi dari itu misalnya dalam
aspek aqidah tidak dibenarkan sama sekali adanya toleransi antara umat Islam
dengan orang-orang non Islam. Kita sebagai umat Islam harus pintar-pintar dalam
memilah dan memahami betul-betul bagaimana cara kita ketika dalam bertoleransi
kepada agama lain. Jangan sampai kita karena hanya mengikuti zaman kemudian
kita terbawa arus sehingga apa yang kita kerjakan selama ini adalah sesuatu
yang salah dan berakibat fatal terhadap kita.
Semoga saja di Indonesia
toleransi antar umat tetap terjaga sampai nanti sehingga tidak ada pertikaian
yang berakibat merugikan diri sendiri dan orang lain. Di Indonesia memang
mempunyai beragam-ragam penganut agama, jangan sampai kita mempersoalkan
masalah ini menjadi suatu masalah yang serius hingga mengakibatkan kerukunan
antar umat menjadi goyah. Buat orang khususnya pengguna facebook, twitter dan
social network lain sebagainya yang selama ini pernah bahkan sering
mengolok-ngolok atau mengejek-ejek agama satu sama lain sebaiknya dihilangkan
kebiasan itu. Karena kalau kita pikir-pikir segala sesuatu seperti itu tidak
ada gunanya bahkan menjadi sia-sia tanpa untung dari pihak manapun. Bahkan
sesuatu ini bisa dimanfaatkan sesorang yang tidak bertanggung jawab untuk
memecah-belah negara ini. Karena seperti yang telah kita ketahui Indonesia
dengan kekayaan sumber daya alamnya membuat orang-orang diluar banyak
menginginkannya.
Jadi, semoga setelah kita
mengetahui apa-apa saja yang dibolehkan dan dilarang ketika bertoleransi dengan
agama lain kita dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan itu
kerukunan antar umat di Indonesia akan tetap terjaga sehingga menjadi harmonis.
Buatlah negara-negara lain menjadi iri dengan Indonesia karena toleransinya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Al-Qur’an dan Terjemah
·
www.denmasdeni.wordpress.com
·
Thomas Arnold, Ad-Da’watul ila al-Islam, hal
133
·
Majidilakbar.com/detilkhutbah/KHAbdusshomadbuchori
LAMPIRAN
Soal-soal dan jawaban :
1. Apa pengertian
dari toleransi?
ü
Toleransi adalah sifat atau sikap toleran (menghargai,
membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, dsb) yang
berbeda dengan pendirian sendiri.
2. Apa yang
mendasari timbulnya toleransi?
ü
Karena Allah menciptakan makhluknya dengan
berbeda-beda baik dari suku, negara, bahasa maupun agama. Jadi timbulah
toleransi untuk menengahi dari perbedaan-perbedaan yang ada.
3. Apa tujuan dari
toleransi?
ü
Untuk menciptakan kerukunan antar kelompok yang satu
dengan kelompok lainnya. Misalnya untuk menciptakan kerukunan antar agama.
4. Ketika
mendengar kata ‘toleransi’ apa yang ada dibenak anda tentang kata tersebut?
ü
Kita harus menghargai atau menghormati kehendak orang
lain, asal tidak mengganggu kepentingan kita.
5. Mengapa
toleransi itu perlu?
ü
Jadi perlu karena, jika dalam sebuah masyarakat tidak
ada toleransi maka kerukunan akan sulit tercipta. Seperti yang kita ketahui
dalam masyarakat tentunya memiliki latar belakang masing-masing yang tentunya
tidak semuanya sama. Maka disinilah perlunya toleransi dalam masyarakat itu,
dimana karena mempunyai perbedaan yang satu dengan lainya harus menghormati
atau menghargai satu sama lain, sehingga tercipta kerukunan didalam masyarakat
tersebut.
6. Berikan contoh
toleransi dalam masyarakat?
ü
Contoh toleransi dalam masyarakat misalnya, disini
dalam konteks agama, yang mana umat kristen mempersilahkan umat Islam/muslim
untuk mengerjakan sholat atau mengumandangkan azan di mesjid, dan mereka (umat
kristen) tidak merasa terganggu dengan semua itu. Sebaliknya juga umat Islam
tidak merasa terganggu/mengganggu ketika umat kristen mengerjakan ibadahnya.
7. Berikan contoh keteladanan Rasul dalam
hal toleransi!
ü
Tercatat dalam sejarah Islam adalah
keterangan yang diriwayatkan oleh Bukhari bin Jabir bin Abdullah. Ketika
iring-irinagn jenazah melewati Nabi Muhammad SAW, beliau bangkit berdiri. Ada yang
memberi tahu Nabi bahwa jenazah itu orang Yahudi. Lalu, Nabi menjawab,
”Bukankah dia juga manusia”. Nah dari
hadist tadi kita lihat keteladanan Rasul dalam hal toleransi.
8. Apa makna toleransi umat bergama?
ü
Makna dari toleransi beragama berarti saling
menghormati dan berlapang dada terhadap pemeluk agama lain, tidak memaksa
mereka mengikuti agamanya dan tidak mencampuri urusan agama masing-masing.
9. Bagaimana
pandangan Islam dalam hal bertoleransi?
ü
Islam sangat membolehkan bahkan menjadi anjuran untuk
bertolernsi dengan agama lain. Asal tidak melebihi batasan-batasan yang ada.
10. Dalam aspek apa
saja Islam membolehkan umatnya bertoleransi dengan umat lain?
ü
Aspek ekonomi, sosial, politik, dan urusan duniawi
lainya.
11. Apakah
mengucapkan selamat Natal kepada umat kristen dibolehkan dalam agama Islam?
Jelaskan!
ü
Tidak dibolehkan, karena memberi ucapan selamat, ini mempunyai makna ridha, artinya
kita rela dan mengakui apa yang mereka yakini. Ini sudah jelas masuk masalah akidah.
12. Ketika Natal
anda diundang untuk menghadiri acara mereka apa yang anda lakukan?
ü
Walaupun toleransi antar umat dibolehkan namun dalam
hal ini Islam sebagai agama saya memlarang keras dalam hal ini, jadi saya tidak
akan menghadiri undangan itu.
13. Bagaimana
pandangan anda tentang do’a bersama lintas agama?
ü Berdoa sejatinya bukan masalah sosial.
Jadi, jika dalam forum doa bersama itu seorang Nasrani berdoa menurut
keyakinannya dan orang Islam meng-amininya itu sama halnya orang Islam tersebut
telah meyakini kepercayaan orang Nasrani, begitu juga sebaliknya.
14. Apakah di Indonesia toleransi umat
beragama secara garis besar sudah berjalan dengan baik?
ü Secara garis besar toleransi di
Indonesia berjalan baik, buktinya tidak ada terdengar berita tentang perselisihan
antar umat sampai saat ini.
15. Menurut anda jika tidak ada toleransi
di Indonesia apa yang akan terjadi?
ü Pasti negara ini akan terpecah belah,
di mana masyarakat yang satu dengan yang lainnya tidak bisa lagi menerima atau
menghargai perbedaan yang ada pada diri mereka satu sama lain.
[1] Qur’an dan Terjemah
[2] www.langitan.net
[3] www.denmasdeni.wordpress.com
[4] Thomas Arnold, Ad-Da’watul ila al-Islam, hal 133.
[5] www.jappy.8m/net/jappypellokila.html
[6] Majidilakbar.com/detilkhutbah/KHAbdusshomadbuchori.