Sistem hukum ini hanya terdapat
dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asisa lainnya,
seperti Cina, India, Jepang dan negara lain. Istilahnya berasal dari bahasa
Belanda “Adatrecht” yang pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje.
Penegertian hukum adat yang digunakan oleh Mr. C. van Vollenhoven (1928)
mengandung makna bahwa hukum Indonesia dan kesusilaan masyarakat merupakan
hukum adat. Adat tidak dapat dipisahkan dan hanya mungkin dibedakan dalam
akibat-akibat hukumya. Kata “hukum” dalampengertian hukum adat lebih luas
artinya dari istilah hukum di Eropa.Hal itu karena trdapat peraturan-peraturan
yang selalu dipertahankan keutuhannya oleh pelbagai golongan tertentu dalam
lingkungan sosialnya, seperti masalah pakaian, pangkat pertunangan dan
sebagainya. Sementara itu, istilah “Indonesia” digunakan untuk membedakan
dengan hukum adat lainnya di kawasan Asia. Kata Indonesia untuk pertama kali
dipakai pada tahun 1850 oleh James Richardson Logan dalam salah satu
karangannya di Penang yang dimuat dalam Journal
of the Indian Archipelago and Eastern Asia. Sebutan itu untuk menunjukkan
adanya nama bangsa-bangsa yang hidup di Asia Tenggara.
Sistem hukum adat bersumber pada
peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan
dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya yang mempunyai tipe bersifat
tradisional dengan berpangkal kepada kehendak nenek moyang. Peraturan-peraturan
hukum adat hukum adat juga dapat berubah tergantung perkembangan zamannya. Dari
sumber hukum yang tidak tertulis itu,hukum adat dapat memperlihatkan
ksanggupannya untuk menyesuaikan diri dan elastis.
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi
Indonesia
menjadi 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang
garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring.
Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang
disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw).
Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.
- Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
- Tanah Gayo, Alas dan Batak
- Tanah Gayo (Gayo lueus)
- Tanah Alas
- Tanah Batak (Tapanuli)
- Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
- Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing (Sayurmatinggi)
- Nias (Nias Selatan)
- Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
- Mentawai (Orang Pagai)
- Sumatera Selatan
- Bengkulu (Renjang)
- Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
- Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
- Jambi (Orang Rimba, Batin, dan Penghulu)
- Enggano
- Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
- Bangka dan Belitung
- kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
- Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)
- Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
- Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
- Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)
- Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
- Irian
- Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
- Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
- Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
- Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
- Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)
Berdasarkan sumber
hukum adat dan tipe hukum adat, dari sembilan belas daerah lingkungan hukum
(rechtskring) di Indonesia sistem hukm adat dibagi dalam tiga kelompok.
a. Hkum
adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat). Hukum adat ini mengatur
tentang susunan dari dan dalam persekutuan-persekutuan hukum
(rechtsgemenschappen) serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan,
jabatan-jabatan dan pejabatnya.
b. Hukum
adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari :
1)
Hukum pertalian sanak (perkawinan, waris);
2)
Hukum tanah (hak ulayat tanah,
transaksi-transaksi tanah);
3)
Hukum perhutangan (hak-hak atasan,
transaksi-transaksi tentang benda selain tanah dan jasa).
c. Hukum
adat mengenai delik (hukum pidana), memuat peraturan-peraturan tentang pelbagai
delik dan reaksi masyarakat terhadap pelanggaraan hukum pidana itu.
Yang berperan dalam melaksakan
sistem hukum adat ialah pemuka adat. Pemuka adat sebagai pemimpin besar
pengaruhnya terhadap suatu lingkungannya dan sangat disegani masyrakat adatnya
untuk menjaga hidup sejahtera.
Sumber : Pengantar Hukum
Indonesia R. Abdoel Djamali, S.H. dan Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar